PILEG 2014 : Demokrasi yang mahal, Benarkah ?

PILEG 2014  : Demokrasi yang mahal, Benarkah ?
Sitem pemilihan langsung sebagai wujud pelaksanaan demokrasi ternyata cukup membebani Negara, itu terlihat dari hampir triliunan anggaran negara yang dikuras /dianggarkan oleh KPU menjelang pelaksanaan PILEG atau pemilihan legislative  sementara rakyat dapat apa ? yaw dapat wakil rakyat......  Pertanyaan’a adalah , kenapa kok bisa mahal ???
Jawabannya __
Berikut Logistik / keperluan pelaksanaan PILEG 2014 :
1. Surat Suara
Surat Suara ini mencakup :
- DPR,
- DPD,
- DPRD Provinsi
- DPRD Kabupaten/Kota
2. Formulir model C, D, DA, dan DC
3. Daftar calon tetap [DCT] Anggota DPR dan DPD
4. Tinta Sidik Jari,
5. Segel Berhologram
6. Alat Bantu Penyandang Cacat
KPU merinci perkiraan anggaran biaya yang dikeluarkan. Berikut rincian biaya keperluan logistik  PILEG 2014 tersebut:
1. Untuk surat suara dana yang diperlukan sebesar Rp 760.119.567.000.
2. Untuk keperluan formulir model C, D, DA, dan DC, beserta DCT anggota DPR/DPD sebesar Rp 38.325.027.000.
3. Keperluan tinta sidik jari Rp 24.091.400.000.
4. Untuk segel dan hologram Rp 13.859.271.000.
5. Kebutuhan alat bantu tuna netra sebesar Rp 8.431.990.000.
BISAKAH anda menghitung berapa total biaya PILEG diatas ?

Jumblahnya : Anggaran Logistik Pileg 2014

Rp. 844.827.255.000 (Sumber : http://kabarmassa.com)

Gimana menurut kalian para pembaca yang budiman ? Mahalkah untuk ukuran memilih wakil rakyat ?
SARAN saya :
Gimana kalau tinta itu diganti dengan Arang saja ?
Gimana kalau surat suara itu tidak perlu berwarna ?
Gimana kalau kertas yang dipakai pakai kualitas medium saja tidak perlu yang high quality ?
Gimana kalau pemilihannya berbasis teknologi/online/komputer atau pakai teknologi yang bisa dipakai untuk lima tahun berikutnya ? tapi apa rakyat kita masih gaptek ?
Gimana kalau pakai media sosial FB atau lainnya sebagai media pemilihan langsung ? 
Gimana kalau begitu ? Bukannya akan lebih murah kan ?

Kalau saja wakil rakyat yang dihasilkan dari proses Elektroral/Pileg  itu kualitasnya baik seperti JOKOWI , yaw itu biaya pileg tidak ada artinya dibandingkan dengan kualitas legislative yang dihasilkan. JIKA hasilnya seperti JOKOWI…..
TAPI realitanya kita bisa baca di Koran, Lihat di TV, via media online… banyak terjadi kasus korupsi oleh pejabat legislative.  Apalagi dengan system otonomi daerah di era sekarang ini semakin member celah adanya kong-kalikong antar pejabat legislative dengan pemerintah daearah….., missal bantuan social, proyek pembangunan, dan lainnya.
Sebanyak 1.600 hingga 1.700 perkara korupsi ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setiap tahunnya (Sumber : http://www.shnews.co). Jumlah ini menjadikan Indonesia sebagai peringkat kedua negara dengan tingkat korupsi tertinggi di dunia setelah China. Sebuah prestasi yang tentu tak patut kita banggakan. 
KENAPA bisa korup ? Secara logika biaya yang dibutuhkan secara pribadi dari kantong pribadi calon legislative cukup banyak paling sedikit 70 jt – 250 juta,tergantung cara main ‘a dilapangan, kalau dia royal ngasi 1 lembar mawar untuk 1 suara yw banyak habis gituu… tidak jarang ada yang ngutang dulu di bank., jual tanah, dll. jadi setelah menjabat yang dipikirkan yg utama adalah UANG bukan rakyat. sehingga setiap kesempatan peredaran uang oleh pusat ke daerah jadi incaran untuk di selibkan satu lembar. 
Semoga itu tidak terjadi ,,, Harap rakyat.

SEANDAINYA uang yang segitu banyak digunakan untuk pembangunan desa tertinggal, wilayah tertinggal, tentu akan lebih bermanfaat dibandingkan digunakan untuk memilih calon koruptor.

SEmoga saja uang APBN Negara yang segitu Rp. 844.827.255.000
Bisa membuahkan wakil rakyat yang benar-benar melayani rakyat seperti Gub,Jakarta  JOKOWI. Turun ke masyarakat, dekat dengan masyarakat, tahu masalah yang ada, memberikan solusi, tidak korup, transparan dan disiplin.

Ngefan sama jokowi : D

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "PILEG 2014 : Demokrasi yang mahal, Benarkah ?"

Post a Comment

|Dukung kami dengan memberikan komentar yang membangun|