POLEMIK HUBUNGAN ANTARA NEGARA DAN AGAMA DALAM DASAR NEGARA


             Dasar Negara merupakan hal yang sangat penting bagi suatu Negara,  konskuensi dasar Negara , segala bentuk perbuatan atau kegiatan Negara harus bersumber dari dasar Negara ( Philosofische Grondslag).
Begitu pentingnya arti dasar Negara maka dalam gerakan kebangkitan nasional muncul perdebatan pemikiran mengenai dasar Negara yang akan dipakai oleh Indonesia dalam menyelenggarakan kemerdekaannya.
Masalah dasar Negara merupakan masalah yang sangat krusial sehingga dalam pembahasannya membutuhkan energy dan proses yang cukup panjang di BPUPKI maupun di Majelis Konstituante.  Iklim politik dalam persidangan pun menjadi sangat hangat ketika yang menyangkut Dasar Negara.
Awal mulai munculnya pemikiran untuk membentuk dasar Negara sebenarnya sudah ada sejak 1918, ini menjadi jelas betapa pentingnya dasar Negara, sehingga para pemimpin bangsa ini sudah memikirkan dasar Negara itu sebelum berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
PERDEBATAN KELOMPOK NASIONALIS DAN KELOMPOK KAUM ISLAM PADA SAAT PEMBENTUKAN DASAR NEGARA.

      Pada tahun 1940 , perdebatan terbuka antara Seokarno(Nasionalis) dengan Muhammad Natsir(Kaum Islam) yang diperdebatkan adalah “ Hubungan antara Negara dengan Agama”. Pokok masalah yang ada dalam perdebatan ini adalah alternative pemilihan dasar Negara , antara nasionalisme sekuler dengan nasionalisme islam.
    Pemikiran soekarno mengenai dasar Negara , Soekarno berpendirian bahwa demi kemajuan Negara dan agama itu sendiri , maka antara agama dan Negara harus dipisahkan.
Sedangkan Natsir berpendapat bahwa hubungan antara agama dan Negara harus menjadi satu, artinya agama harus di urus oleh Negara yang diurus berdasarkan ketentuan agama.  Natsir berpendapat bahwa Islam merupakan agama yang lengkap dan telah mengatur segala sesuatu termasuk mengatur Negara. Seperti Deliar Noer , Kaum modernis Islam bahwa esensi-esensi islam tidak pernah using oleh zaman.
      Polemik perdebatan ini berawal dari komite untuk kebangsaan jawa mengecam serekat islam dengan menegaskan bahwa politik dan agama harus dipisahkan , sementara pihak serikat islam mengatakan bahwa gerakan mereka adalah gerakan Islam Nasionalis.
Soekarno menulis artikel melalui majalah Pandji Islam tahun 1940, adapun judul artikel beliau yaitu : Memuda’’kan Pengertian Islam. Artikel soekarno ini secara tegas mengkritik kekolotan Islam sehingga memerlukan koreksi-koreksi terhadap pengertiannya.  Isi artikel itu merupakan gugahan bagi umat islam Indonesia untuk tidak terlalu Iqtaqlid secara fanatic, ia mengajak umat islam untuk untuk berpikir kembali tentang sejauh mana kebenaran pengertian kita tentang islam dan menyesuaikannya dengan berbagai kultur yang ada. Secara tidak langsung disana disampaikan bahwa antara agama dan Negara harus dipisahkan. Kemudian soekarno mengajak umat islam untuk melihat beberapa pusat pemikiran islam di berbagai Negara seperti Turki, Mesir, Palestina, India, dan Arabia.  Seokarno mencontohkan turki , dimana dipimpin oleh Kemal Attaturk tahun 1928 yang menghapus ketentuan konstitusinya tentang kedudukan islam sebagai agama Negara dan menjadikan agama sebagai urusan perorangan bukan Negara.  Hal itu bukan berarti bahwa turki menghapus agama tapi menyerahkan urusan agama itu ke manusia –manusia turki sendiri dan tidak kepada Negara.
       Melihat apa yang dilakukan turki tersebut , sebenarnya adalah untuk kepentingan dua pihak antara Negara dan agama. Karena apabila agama di urus oleh Negara maka agama itu tidak akan modern, tapi jika Negara diurus oleh ajaran agama maka kondisi Negara akan terpuruk karena Negara tidak bisa menyelesaikan masalah yang timbul di masyarakat karena dibela oleh masyarakat itu sendiri dengan atas nama agama yang mereka anut. Begitu juga tindakan Negara juga akan sulit dijalankan apabila para kaum isalm, ulama mengatakan itu harap atau makruh, termasuk fatwa yang dapat menghambat berjalannya negara. Sehingga antara agama dan Negara harus dipisahkan untuk kepentingan bersama.
Dalam ulasannya yang panjang soekarno mengatakan bahwa, apa yang dilakukan turki merupakan sebuah kebijakan yang menguntungkan bagi Negara dan agama, dengan memisahkannya.  Bahkan untuk menunjukkan kenapa agama harus dipisahkan dari Negara , soekarno menulis sebuah artikel lagi yang berjudul “ Saya Kurang Dinamis “ Adapun isi artikel tersebut sebagai berikut :
Tuan berkata , Negara jangan dipisahkan dengan agama, Negara harus satu dengan agama, tetapi bagaimana tuan  punya idea itu dimana penduduk sebagian tidak beragama islam , seperti contohnya turki, india , Indonesia, dimana milyunan orang tidak beragama atau beragama lain, dan dimana kaum intelektual umumnya tidak berpikir islamistis…..
Andainya tuan menjadi pemerintahan negeri yang banyak bukan orang islam , apakah tuan mau tetapkan saja bahwa Negara harus Negara islam, undang-undang dasar harus undang-undang dasar islam, semua hokum yang beragama Kristen atau agama lainnya tidak mau diterima , bagaimanakah tuan , apakah mau paksa sahaya kepada mereka, dengan menghantamkan tuan punya tinju di atas meja , bahwa mereka musti ditundukkan kepada kemauan tuan ?
Ai, tuan maumain  dictator, mau paksa mereka dengan senjata bedil dan meriam? “

        Apa yang di ungkapkan seokarno tersebut menimbulkan reaksi keras dari kaum muslim, yang diwakili Muhammad natsir  melalui tulisannya yang berjudul “porsekot”.
Bagi Natsir , agama dan Negara tidak dapat dipisahkan, sebab dalam Al-Qur’an surat Adz Dzariyat: 56 ditegaskan bahwa jin dan manusia tiidak diciptakan selain untuk beribadah, sehingga setiap muslim yang hidup di dunia ini tentunya bercita-cita untuk menjadi hamba Allah dengan arti yang sepenuhnya. Mencapai kebahagiaan dunia, kemenangan akhirat. Ini memberikan pen gertian bahwa Allah telah memberikan pengaturan yang lengkap mengenai berbagai masalah mencakup hubungan manusi dengan tuhan, manusia dengan sesamanya, kaidah yang berkenaan hak dan kewaajiban seseorang dan inilah urusan kenegaraan, sehingga agama tidak dapat lepas dari masalah Negara.  Islam bukan semata peribadatan tapi mencakup Negara. Agama menurtut islam meliputi kaidah, hudud-hudud, dan muamalah yang secara garis besar itu termuat di dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Jadi Negara malah diperlukan adanay agar ajaran-ajaran islam dapat dilakasanakan dibawah lindungan Negara itu.
      Dari pernyataan soekarno, natsir juga menanyakan , kalau begitu apakah Islam tidak demokratis,? Islam adalah demokratis, dengan pengertian bahwa dia anti absolutism dan kesewenang-wenangan.
     Esensi dari perdebatan tersebut erat kaitannya dengan masalah “dasar Negara”.  Dimana pihak soekarno menghendaki dasar Negara Indonesia adalah kebangsaan(Pancasila), sedangkan Natsir bahwa Negara harus berdasarkan atas Agama.  Perdebatan ini kemudian akhirnya berklanjut dalam BPUPKI dan Majelis Konstituante mengenai “Dasar Negara”.
Semoga ulasan ini dapat mencerahkan hati kita betapa polemik itu merupakan proses terb entuknya Dasar Negara kita.

Semoga bermanfaat …..



Sumber Belajar : 
Prof. Dr.Moh.Mahfud MD, S.H.,S.U. 2001 Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Edisi Revisi, PT. RINEKA CIPTA, Jakarta. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "POLEMIK HUBUNGAN ANTARA NEGARA DAN AGAMA DALAM DASAR NEGARA"

Post a Comment

|Dukung kami dengan memberikan komentar yang membangun|