Sejarah Hukum Adat: contoh hukum adat di berbagai daerah
I. SEJARAH HUKUM ADAT
1. Sejarah Singkat
Peraturan adat istiadat kita ini, pada
hakekatnya sudah terdapat pada zaman kuno, zaman Pra-Hindu. Adat istiadat yang
hidup dalam masyarakat Pra-Hindu tersebut menurut ahli-ahli hukum adat adalah
merupakan adat-adat Melayu Polinesia.
Kemudian datang kultur Hindu, kultur Islam
dan kultur Kristen yang masing-masing mempengaruhi kultur asli tersebut yang
sejak lama menguasai tata kehidupan masyarakat Indonesia sebagai suatu hukum adat.
Sehingga Hukum Adat yang kini hidup pada rakyat itu adalah hasil akulturasi
antara peraturan-peraturan adat-istiadat zaman Pra-Hindu dengan
peraturan-peraturan hidup yang dibawa oleh kultur Hindu, kultur Islam dan
kultur Kristen.
Setelah terjadi akulturasi itu, maka hukum
adat atau hukum pribumi atau “Inladsrecht” menurut Van Vaollenhoven terdiri
dari :
Hukum Adat : Tertulis : Hukum Asli penduduk
Tidak tertulis : Ketentuan agama
2. Bukti Adanya Hukum Adat Indonesia
Bukti-bukti bahwa dulu sebelum bangsa Asing masuk ke Indonesia sudah
ada hukum adat, adalah sebagai berikut :
1. Tahun 1000, pada zaman Hindu, Raja Dharmawangsa dari Jawa Timur
dengan kitabnya yang disebut Civacasana.
2. Tahun 1331-1364, Gajah Mada Patih Majapahit, membuat kitab yang
disebut Kitab Gajah Mada.
3. Tahun 1413-1430, Kanaka Patih Majapahit, membuat kitab Adigama.
4. Tahun 1350, di Bali ditemukan kitab hukum Kutaramanava.
Disamping kitab-kitab hukum kuno tersebut yang mengatur kehidupan
di lingkungan istana, ada juga kitab-kitab yang mengatur kehidupan masyarakat
sebagai berikut :
1. Di Tapanuli
Ruhut Parsaoran di Habatohan (kehidupan social di tanah Batak),
PatikDohot Uhumni Halak Batak
(Undang-Undang dan ketentuan-ketentuan Batak).
2. Di Jambi
Undang-Undang Jambi
3. Di Palembang
Undang-Undang Simbur Cahaya (Undang-Undang
tentang tanah di dataran tinggi daerah Palembang).
4. Di Minangkabau
Undang-Undang nan dua puluh (Undang-Undang tentang hukum
adat delik di Minangkabau)
5. Di Sulawesi Selatan
Amana Gapa (peraturan tentang pelayaran dan pengangkatan
laut bagi orang-orang wajo)
6. Di Bali
Awig-awig (peraturan Subak dan desa) dan Agama desa
(peraturan desa) yang ditulis didalam daun lontar.
Sebelum datang VOC belum ada penelitian
tentang hukum adat, dan semasa VOC karena ada kepentingan atas Negara
jajahannya (menggunakan politik opportunity), maka Heren 17 (pejabat di Negeri
Belanda yang mengurus Negara-negara jajahan Belanda) mengeluarkan perintah
kepada Jenderal yang memimpin daerah jajahannya masing-masing untuk menerapkan
hukum Belanda di Negara jajahan (Indonesia) tepatnya yaitu pada tanggal 1 Maret
1621 yang baru dilaksanakan pada tahun 1625 yaitu pada pemerintahan De
Carventer yang sebelumnya mengadakan penelitian dulu dan akhirnya sampai pada
suatu kesimpulan bahwa di Indonesia masih ada hukum adat yang hidup. Oleh
karena itu, Carventer memberikan tambahan bahwa hukum itu disesuaikan sehingga
perlu 4 kodifikasi hukum adat yaitu :
1. Tahun 1750, untuk keperluan Lanrad
(pengadilan) di Serang dengan kitab hukum “MOGHARRAR” yang mengatur khusu
pidana adat (menurut Van Vollenhoven kitab tersebut berasal dari hukum adat).
2. Tahun
1759, Van Clost Wijck mengeluarkan kitab yaitu “COMPEDIUM” (pegangan/ikhtisar)
yang terkenal dengan Compedium Van Clost Wijck mengenai Undang-Undang Bumi
Putera di lingkungan kerator Bone dan Goa.
3. COMPENDIUM
FREIZER tentang Peraturan Hukum Islam mengenai nikah, talak, dan warisan.
4. HASSELAER,
beliau berhasil mengumpulkan buku-buku hukum untuk para hakim di Cirebon yang
terkenal dengan PAPAKEM CIREBON. Pencatatan hukum adat oleh orang luar negeri diantaranya :
1) Robert Padtbrugge (1679), ia seorang
gubernur Ternate yang mengeluarkan peraturan tentang adat istiadat Minahasa.
2) Francois Valetijn (1666-1727) yang
menerbitkan suatu ensiklopedia tentang
kesulitan-kesulitan hukum bagi masyarakat. Peridesasi hukum adat pada masa
penjajahan Belanda terbagi dalam :
3) Jaman Daendels (1808-1811) Beranggapan
bahwa memang ada hukum yang hidup dalam masyarakat adat tetapi derajatnya lebih
rendah dari hukum eropa, jadi tidak akan mempengaruhi apa-apa sehingga hukum
eropa tidak akan mengalami perubahan karenanya.
4) Jaman Raffles (1811-1816) Pada zaman ini Gubernur Jenderal
dari Inggris membentuk komisi MACKENZIE atau suatu panitia yang tugasnya
mengkaji/meneliti peraturan-peraturan yang ada di masyarakat, untuk mengadakan
perubahan-perubahan yang pasti dalam membentuk pemerintahan yang dipimpinnya.
Setelah terkumpul hasil penelitian komisi ini yaitu pada tanggal 11 Pebruari
1814 dibuat peraturan yaitu regulation for the more effectual Administration of
justice in the provincial court of Java yang isinya :
a. Residen
menjabat sekaligus sebagai Kepala Hakim
b. Susunan pengadilan terdiri dari :
1) Residen’s court
2) Bupati’s court
3) Division court
c. Ada
juga Circuit of court atau pengadilan keliling
d. Yang berlaku
adalah native law dan unchain costum untuk Bupati’s court dan untuk Residen
(orang Inggris) memakai hukum Inggris.
5) Zaman Komisi
Jenderal (1816-1819) Pada zaman ini tidak ada perubahan dalam perkembangan
hukum adat dan tidak merusak tatanan yang sudah ada.
6) Zaman Van der
Capellen (1824) Pada zaman ini tidak ada perhatian hukum adat bahkan merusak
tatanan yang sudah ada.
7) Zaman Du Bush
Pada zaman ini sudah ada sedikit perhatian pada hukum adat, yang utama dalam
hukum adat ialah hukum Indonesia
asli.
8) Zaman Van den
Bosch Pada zaman ini dikatakan bahwa hukum waris itu dilakukan menurut hukum
Islam serta hak atas tanah adalah campuran antara peraturan Bramein dan Islam.
9) Zaman Chr. Baud. Pada zaman ini sudah
banyak perhatian pada hukum adat misalnya tentang melindungi hak-hak ulayat.
Pada tahun 1918 putera-putera Indonesia membuat
disertasi mengeani hukum
adat di Balai Perguruan Tinggi di Belanda, antara lain
:
1. Kusumaatmadja
tahun 1922 yang menulis tentang wakaf
2. Soebroto
tahun 1925 yang menulis tentang sawah vervavding (gadai sawah)
3. Endabumi
tahun 1925 yang menulis tentang Bataks grondenrecht (hukum tanah suku Batak).
4. Soepomo tahun
1927 yang menulsi tentang Vorstenlands grondenrecht (hak tanah di
kerajaan-kerajaan). Adapun penyelidikan tentang hukum adat di Indonesia
dilakukan oleh :
a. Djojdioeno/
Tirtawinata yang menulis tentang Hukum Adat privat Jawa Tengah.
b. Soepomo
yang menulis tentang Hukum Adat Jawa Barat
c. Hazairin
yang membuat disertasinya tentang “Redjang”
3. Sejarah Politik Hukum Adat
Hukum
adat menjadi masalah politik hukum pada saat pemerintah Hindia Belanda akan
memberlakukan hukum eropa atau huku yang berlaku di Belanda menjadi hukum
positif di Hindia Belanda (Indonesia )
melalui asas konkordansi. Mengenai hukum adat timbulah masalah bagi pemerintah
colonial, sampai dimana hukum ini dapat digunakan bagi tujuan-tujuan Belanda
serta kepentingan-kepentingan ekonominya, dan sampai dimana hukum adat itu
dapat dimasukkan dalam rangka politik Belanda. Kepentingan atau kehendak bangsa
Indonesia
tidak masuk perhitungan pemerintah colonial. Apabila diikuti secara kronologis
usaha-usaha baik pemerintah Belanda di negerinya sendiri maupun pemerintah
colonial yang ada di Indonesia
ini, maka secara ringkasnys undang-undang yang bertujuan menetapkan nasib
ataupun kedudukan hukum adat seterusnya didalam system perundang-undangan di
Indonesia, adalah sebagai berikut :
1. Mr. Wichers,
Presiden Mahkamah Agung, ditugaskan untuk menyelidiki apakah hukum adat privat
itu tidak dapat diganti dengan hukum kodifikasi Barat. Rencana kodifikasi
Wichers gagal/
2. Sekitar tahun
1870, Van der Putte, Menteri Jajahan Belanda, mengusulkan penggunaan hukum
tanah Eropa bagi penduduk desa di Indonesia untuk kepentingan agraris pengusaha
Belanda. Usaha inipun gagal.
3. Pada tahun 1900,
Cremer, Menteri Jajahan, menghendaki diadakan kodifikasi local untuk sebagian
hukum adat dengan mendahulukan daerah
daerah yang penduduknya telah memeluk
agama Kristen. Usaha ini belum terlaksana.
4. Kabinet
Kuyper pada tahun 1904 mengusulkan suatu rencana undangundang untuk
menggantikan hukum adat dengan hukum Eropa. Pemerintah Belanda menghendaki
supaya seluruh penduduk asli tunduk pada unifikasi hukum secara Barat. Usaha
ini gagal, sebab Parlemen Belanda menerima suatu amandemen yakni amandemen Van
Idsinga.
5. Pada
tahun 1914 Pemerintah Belanda dengan tidak menghiraukan amandemen Idsinga,
mengumumkan rencana KUH Perdata bagi seluruh golongan penduduk di Indonesia.
Ditentang oleh Van Vollenhoven dan usaha ini gagal.
6. Pada
tahun 1923 Mr. Cowan, Direktur Departemen Justitie di Jakarta membuat rencana
baru KUH Perdata dalam tahun 1920, yang diumumkan Pemerintah Belanda sebagai
rencana unifikasi dalam tahun 1923. Usaha ini gagal karena kritikan Van Vollenhoven. Pengganti
Cowan, yaitu Mr Rutgers memberitahu bahwa meneruskan pelaksanaan kitab undangundang
kesatuan itu tidak mungkin.
Dan dalam tahun 1927
Pemerintahn Hindia Belanda mengubah haluannya, menolak penyatuan hukum
(unifikasi). Sejak tahu 1927 itu olitik Pemerintah Hindia Belanda terhadap
hukum adat mulai berganti haluan, yaitu dari “unifikasi” beralih ke
“kodifikasi”.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan
Hukum Adat
Banyak
faktor yang mempengaruhi perkembangan hukum adat, disamping kemajuan zaman,
ilmu pengetahuan dan teknologi, kondisi alam, juga faktorfaktor yang bersifat
tradisional adalah sebagai berikut :
1. Magis dan Animisme :
Alam pikiran magis dan
animisme pada dasarnya dialami oleh setiap bangsa di dunia. Di Indonesia faktor
magis dan animisme cukup besar pengaruhnya. Hal ini dapat dilihat dalam
upacara-upacara adat yang bersumber pada kekuasaan-kekuasaan serta
kekuatan-kekuatan gaib.
a. Kepercayaan
kepada mahkluk-mahkluk halus, roh-roh, dan hantuhantu yang menempati seluruh
alam semesta dan juga gejala-gejala alam, semua benda yang ada di alam
bernyawa.
b. Kepercayaan
terhadap kekuatan-kekuatan sakti dan adanya roh-roh yang baik dan yang jahat.
c. Adanya
orang-orang tertentu yang dapat berhubungan dengan dunia gaib dab atau sakti.
d. Takut
adanya hukuman/ pembalasan oleh kekuatan-kekuatan gaib. Hal ini dapat dilihat
adanya kebiasaan mengadakan siaran-siaran, sesajen di tempat-tempat yang
dianggap keramat.
Animisme yaitu percaya bahwa segala sesuatu dalam alam
semesta ini bernyawa.
Animisme ada dua macam yaitu :
a. Fetisisme
: Yaitu memuja jiwa-jiwa yang ada pada alam semesta, yang mempunyai kemampuan
jauh lebih besar dari pada kemampuan manusia, seperti halilintar, taufan,
matahari, samudra, tanah, pohon besar, gua dan lain-lain.
b. Spiritisme
: Yaitu memuja roh-roh leluhur dan roh-roh lainnya yang baik dan yang jahat.
2. Faktor
Agama
Masuknya agama-agama di Indonesia cukup banyak
memberikan pengaruh terhadap perkembangan hukum adat misalnya :
Agama Hindu :
Pada abad ke 8 masuknya orang India ke Indonesia
dengan membawa agamanya, pengaruhnya dapat dilihat di Bali. Hukum-hukum Hindu berpengaruh pada bidang
pemerintahan Raja dan pembagian kasta-kasta.
Agama Islam :
Pada abad ke 14 dan awal abad 15 oleh pedagang-pedagang
dari Malaka, Iran. Pengarush Agama Islam terlihat dalam hukum perkawinan yaitu
dalam cara melangsungkan dan memutuskan perkawinan dan juga dalam bidang wakaf.
Pengaruh hukum perkawinan Islam didalam hukum adat di beberapa daerah di
Indonesia tidak sama kuatnya misalnya daerah Jawa dan
Madura, Aceh pengaruh Agama Islam sangat kuat, namun
beberapa daerah
tertentu walaupun sudah diadakan menurut hukum perkawinan Islam,
tetapi tetap dilakukan upacara-upacara perkawinan menurut hukum adat,
missal di Lampung, Tapanuli.Agama Kristen :Agama Kristen dibawa oleh pedagang-pedagang Barat. Aturan-aturanhukum Kristen di Indonesia cukup memberikan pengaruh pada hukum keluarga, hukum perkawinan.Agama Kristen juga telah memberikan pengaruh besar dalam bidang socialkhususnya dalam bidang pendidikan dan kesehatan, dengan didirikannyabeberapa lembaga Pendidikan dan rumah-rumah sakit.
tertentu walaupun sudah diadakan menurut hukum perkawinan Islam,
tetapi tetap dilakukan upacara-upacara perkawinan menurut hukum adat,
missal di Lampung, Tapanuli.Agama Kristen :Agama Kristen dibawa oleh pedagang-pedagang Barat. Aturan-aturanhukum Kristen di Indonesia cukup memberikan pengaruh pada hukum keluarga, hukum perkawinan.Agama Kristen juga telah memberikan pengaruh besar dalam bidang socialkhususnya dalam bidang pendidikan dan kesehatan, dengan didirikannyabeberapa lembaga Pendidikan dan rumah-rumah sakit.
3. Faktor Kekuasaan yang lebih tinggi
Kekuasaan-kekuasaan yang lebih tinggi yang dimaksud
adalah kekuasaankekuasaan Raja-raja, kepala Kuria, Nagari dan lain-lain. Tidak
semua Raja-raja yang pernah bertahta di negeri ini baik, ada juga Raja yang
bertindak sewenang-wenang bahkan tidak jarang terjadi keluarga dan lingkungan
kerajaan ikut serta dalam menentukan kebijaksanaan kerajaan misalnya
penggantian kepala-kepala adat banyak diganti oleh orang-orang yang dengan
kerajaan tanpa menghiraukan adat istiadat bahkan menginjak-injak hukum adat
yang ada dan berlaku didalam masyarakat tersebut.
4.
Adanya Kekuasaan Asing
Yaitu kekuasaan
penjajahan Belanda, dimana orang-orang Belanda dengan alam pikiran baratnya
yang individualisme. Hal ini jelas bertentangan
dengan alam pikiran adat yang bersifat kebersamaan.
0 Response to "Sejarah Hukum Adat: contoh hukum adat di berbagai daerah"
Post a Comment
|Dukung kami dengan memberikan komentar yang membangun|