Analisis Kasus PT.FreePort : Hukum Lingkungan
- Analisis
Keberadaan PT. Freeport Indonesia Dari Sisi Hukum Tata Pemerintahan dan
Hukum Lingkungan
PT.
Freeport merupakan perusahaan pertambangan emas terbesar di dunia yang mayoritas
sahamnya dimiliki oleh Freeport-McMoRan Copper & GoldInc. Perusahaan ini
adalah pembayar pajak terbesar kepada Indonesia yang hampir
sama dengan 2 persen PDB Indonesia.
Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua,masing-masingtambang Erstberg (dari 1967) dan
tambang Grasberg (sejak 1988), di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten
Mimika,Provinsi Papua. Ini
menunjukkan bahwa PT. Freeport Indonesia sanggat mempengaruhipendapatan
Indonesia karena dengan harga emas mencapai nilai tertinggi dalam 25tahun
terakhir, yaitu 540 dolar per ons, Freeport diperkirakan akan mengisi
kaspemerintah sebesar 1 miliar dolar per tahun, selama harga emas menggalami kenaikanharga.
Tetapi tidak dapat dielak bahwa dampak besar berupa kerusakan lingkungan telah
terjadi karena
Adapun
kasus/peristiwa yang terjadi terhadap keberadaan PT.Freeport Indonesia, Di
Papua yaitu :
A. Kasus Peristiwa
ü 21 Februari 2006,terjadi
pengusiran terhadap penduduk setempat yang melakukan pendulangan emas dari
sisa-sisa limbah produksi Freeport di Kali KaburWanamon. Pengusiran dilakukan
oleh aparat gabungan kepolisian dansatpam Freeport. Akibat pengusiran ini terjadi bentrokan dan
penembakan. Penduduk sekitar yang mengetahui kejadian itu kemudian
menduduki dan menutup jalanutama Freeport di Ridge Camp, di Mile 72-74, selama
beberapa hari. Jalan itu merupakan satu-satunya akses ke lokasi pengolahan dan
penambangan Grasberg.
ü 22 Februari 2006,
sekelompok mahasiswa asal
Papua beraksi
terhadap penembakan di Timika sehari sebelumnya dengan merusak gedung Plasa 89
diJakarta yang
merupakan gedung tempat PT Freeport Indonesia berkantor.
ü 23 Februari 2006,
masyarakat Papua Barat yang tergabung dalam SolidaritasTragedi Freeport
menggelar unjuk rasa di depan Istana, menuntuk presidenuntuk menutup Freeport
Indonesia. Aksi yang sama juga dilakukan olehsekitar 50 mahasiswa asal Papua di Manado.
8.
ü 25 Februari 2006,
karyawan PT Freeport Indonesia kembali bekerja setelahpalang di Mile 74
dibuka.9.
ü 27 Februari 2006,
Front Persatuan Perjuangan Rakyat Papua Barat mendudukikantor PT Freeport
Indonesia di Plasa 89, Jakarta. Aksi menentang Freeport juga terjadi di
Jayapura dan Manado
ü 28 Februari 2006,
Demonstran di Plasa 89, Jakarta, bentrok dengan polisi.Aksi ini mengakibatkan 8
orang polisi terluka.11.
ü 1 Maret 2006,
demonstrasi selama 3 hari di Plasa 89 berakhir. 8 aktivis LSM yang
mendampingi mahasiswa Papua ditangkap dengan tuduhan menyusup kedalam aksi
mahasiswa Papua. Puluhan mahasiswa asal Papua diMakassar berdemonstrasi
dan merusak Monumen Pembebasan Irian Barat.12.
ü 3 Maret 2006,
masyarakat Papua di Solo berdemonstrasi
menentang Freeport. 13.
ü 7 Maret 2006,
demonstrasi di Mile 28, Timika di dekat bandar udara Moses Kilangin mengakibatkan
jadwal penerbangan pesawat terganggu.14.
ü 14 Maret 2006,
massa yang membawa anak panah dan tombak menutup
ü checkpoint
ü 28
di Timika. Massa juga mengamuk di depan Hotel
Sheraton. 15.
ü 15 Maret 2006,
Polisi membubarkan massa di Mile 28 dan menangkapdelapan orang yang dituduh
merusak Hotel
Sheraton.Dua orang polisi terkena anak panah.16.
ü 16 Maret 2006,
aksi pemblokiran jalan di depan KampusUniversitas
Cendrawasih, Abepura, Jayapura,oleh masyarakat dan mahasiswa yang tergabung dalam Parlemen
Jalanan dan Front Pepera PB Kota Jayapura,berakhir dengan bentrokan berdarah,
menyebabkan 3 orang anggotaBrimob dan 1 intelijen TNI tewas
dan puluhan luka-luka baik dari pihak mahasiswa dan pihak aparat.17.
ü 17 Maret 2006,
Tiga warga Abepura, Papua, terluka akibat terkena pelurupantulan setelah
beberapa anggota Brimob menembakkan senjatanya ke udaradi depan Kodim Abepura.
Beberapa wartawan televisi yang meliput dianiayadan dirusak alat kerjanya oleh
Brimob.18.
ü 22 Maret 2006,
satu lagi anggota Brimob meninggal dunia setelah beradadalam kondisi kritis
selama enam hari19.
ü 23 Maret 2006,
lereng gunung di kawasan pertambangan terbuka PT FreeportIndonesia di Grasberg,
longsor dan menimbun sejumlah pekerja. 3 orangmeninggal dan puluhan lainnya
cedera.20.
ü 23 Maret 2006,Kementerian Lingkungan Hidup mempublikasi temuan pemantauan dan penataan kualitas
lingkungan di wilayah penambangan PT
ü Freeport
Indonesia. Hasilnya, Freeport dinilai tak memenuhi batas air limbahdan telah
mencemari air laut dan biota laut.21.
ü 18 April 2007,sekitar
9.000 karyawan Freeport mogok kerja untuk menuntut perbaikan kesejahteraan. Perundingan
akhirnya diselesaikan pada 21 Aprilsetelah tercapai kesepakatan yang termasuk
mengenai kenaikan gaji terendah22.
ü 21 Oktober 2011,sekitar
tiga orang tewas akibat insiden penembakan di kawasan Freeport Timika Papua.
Marcelianus, seorang personel polriberpangkat Brigadir Polisi Satu juga tewas
tertembak
B. Beberapa pernyataan dari PTFI
Hal
ini merupakan inti dari konsep pembangunan berkelanjutan yang kami lakukan.
Dengan berkarya guna mencapai pembangunan berkelanjutan dalam
kegiatan dan program usaha, kami ikut menjaminlingkungan hidup dan masyarakat yang sehat di wilayah kerja kami dan masyarakat disekitar kami, yang menjadi sangat penting bagi keberhasilan kami di
masa depan.PTFI juga tergolong dalam perusahaan multinasional. Perusahaan yang
hasilproduksinya di jual keluar negara dari tempat produksi perusahaan tersebut.
Kami
merupakan penghasil terbesar konsentrat tembaga dunia daribijih mineral yang
juga mengandung emas dalam jumlah yang berarti. Kamisadari bahwa kebutuhan
ekonomi tersebut perlu diimbangi dengan kebutuhansosial dan lingkungan hidup,
sehingga dalam memenuhi tuntutan generasimasa kini, kami tidak mengganggu
kesinambungan kehidupan generasi dimasa datang. Hal ini merupakan inti dari
konsep pembangunan berkelanjutanyang kami lakukan. Dengan berkarya guna
mencapai pembangunanberkelanjutan dalam kegiatan dan program usaha, kami ikut
menjamin lingkungan hidup dan masyarakat yang sehat di wilayah kerja kami
danmasyarakat di sekitar kami, yang menjadi sangat penting bagi
keberhasilankami di masa depan
Pada
intinya PTFI hanya mengambil, mengolah, serta memberikan patokan harga jual.
Alokasi dana sebagian keuntungan untuk menutupi kewajiban dalam melestarikan
alam sekitar papua dengan memberikan sedikit hal yang dianggap bermanfaat bagi
egara kita seperti Rumah Sakit, Bantuan dana keamanan, Pengambilan tenaga kerja
dari Indonesia pada bagian tertentu.
Gambaran
dan evaluasi pengelolaan lingkungan PTFI urusan sosial danbudaya Irian
Jaya?Freeport-McMoRan Copper & Gold (FCX) merupakan perusahaaninduk dari
PTFI. Chairman FCX James R. Moffett dan CEO FCX Richard C.
Adkerson
menyampaikan: “Kami prihatin atas dampak dari mogok kerja
terhadap
karyawan PTFI dan keluarga mereka, dan Manajemen PTFI tengahberupaya
menyelesaikan perundingan secepat mungkin. Penawaran yang kamisampaikan cukup
adil dan besar, dan tim Manajemen PTFI memilikikomitmen untuk mempertahankan
kondisi dan lingkungan kerja yangkondusif, bersaing dan nyaman bagi karyawan
kami. Kekerasan dan tindakanintimidasi yang dilakukan terhadap karyawan yang
memilih untuk tetapbekerja dan kerusakan yang dilakukan terhadap sarana dan
prasaranaPerusahaan tidak menguntungkan para pemangku kepentingan dan
merupakantindakan melanggar hukum. Kami menghargai dukungan dari
PemerintahIndonesia dan Pemerintah Daerah untuk melindungi Perusahaan
yangmerupakan obyek vital nasional, dan bersama ini kami menghimbau
semuapemangku kepentingan agar dapat bekerja sama dengan Presiden DirekturPTFI
Armando Mahler dan anggota Manajemen PTFI untuk menyelesaikanperundingan PKB
secara baik dan memulihkan penegakkan hukum dan ketertiban di wilayah Mimika,
Papua".
Pada intinya PTFI melakukan gambaran dan
evaluasi dalam bidang sosial yaitu
dengan mempertahankan kondisi dan lingkungan kerja yang kondusif dengan
menaikan gaji para karyawan yang berasal dari dalam negeri, tapi menurut
kelompok kami kenaikan gaji tersebut berdasarkan mogok kerja yang
dilakukan para keryawan. Dan kemungkinan apabila tidak adanya mogok kerja
maka tidak ada kenaikan gaji karyawan.
C. Analisis Dampak Sosial, Ekonomi
,Dan Lingkungan Yang Ditimbulkan PTFI
Kasus PT Freeport dengan masyarakat dan buruh pegawai
sama-sama bersitegang, tidak adanya kesepakatan diantara semua pihak terkait
membuat masalah semakin berkepanjangan. Pemerintah yang sedang asyik dengan
politik dan pencitraan, seakan menganggap ini sebagai lahan mencari nafkah.
Tak terkecuali Kesatuan Polisi yang menjadi satpam Freeport
melawan rakyat Papua yang merasa terdholimi. Sehingga konflik melebar pada
emosional rakyat yang banyak melakukan langkah separatis dan bergabung dengan
OPM gerakan papua merdeka.
Jika keadaan ini tidak cepat diselesaikan oleh semua pihak
yang asyik nina-bobo dengan kepentingan-kepentingan kemaslahatan dirinya
sendiri, justru semua pihak akan mengalami kerugian pada akhirnya.
Pembahasan mengenai kasus ini dalam menghadapi krisis
internal antara Perusahaan dan Karyawan, dan krisis Eksternal anata Perusahaan
dan Masyarakat.
Berbicara mengenai kesenjangan sosial dalam masyarakat,
merupakan pembahasan yang tidak akan pernah habisnya. Akan ada banyak hal
terkait dengan masalah sosial, karena berbagai hambatan pasti silih berganti.
Salah satu contohnya saat ini yang lagi memanas adalah konflik PT. Freeport
dengan para pekerja yang mandek kerja yang sebenarnya hanya meminta kenaikan
gaji dan masyarakat Papua yang butuh rasa aman dan nyaman.
Jika dikaitkan masalah ini dengan menggunakan teori sistem
menurut Katz dan Khan yang pernah menerangkan bahwa kebanyakan interaksi kita
dengan orang-orang merupakan tindakan komunikatif baik secara verbal dan
non-verbal. Komunikasi – pertukaran informasi dan tranmisi makna – adalah inti
dari sistem sosial atau organisasi. Komunikasi merupakan penghubung di antara
orang-orang dalam organisasi, dan komunikasi yang berjalan dengan efektif dan
tanpa mengalami hambatan yang berarti.
Adanya misscommunication antara Satpam PT. Freeport
Indonesia dan Polisi dengan pengaman dari PT Grup 4 Securicor yang mengenakan
perlengkapan keamanan lengkap, pada Rabu, 21 September 2011. Satuan pengamanan
bayaran tersebut yang keluar dari dalam terminal pekerja Gorong-gorong bersitegang
dengan Satpam dan Polisi yang berjaga-jaga. Menurut Wakil Komandan Kepolisian
Resor Mimika, Komisaris Polisi Mada Indra Laksanta, hanya terjadi misscommunication.
Mereka berniat membantu pengamanan tapi tidak ada komunikasi dan koordinasi.
Hari sebelumnya, 20 september malam, Kepala Bidang
Organisasi SPSI Freeport, Virgo Sollosa, menyampaikan pesan ke sejumlah
wartawan bahwa pihaknya mengidentifikasi ada beberapa mobil yang digunakan
untuk mengintimidasi pekerja yang melakukan aksi mogok kerja. Terkesan ada
upaya mempropaganda karyawan agar mau naik bekerja dan memancing emosional
karyawan yang sedang menggelar aksi agar terjadi konflik
Analisa kasus di atas menampakkan bahwa adanya hubungan
kausal yang fundamental antara PT. Freepot dengan para karyawan berkaitan
dengan komunikasi yang tidak efektif, pertukaran dan penyebaran informasi yang
tidak terkoordinir, dan tidak adanya kesamaan tujuan dalam pencapaian kerja
organisasi, pihak perusahaan yang menginginkan karyawan berkerja dan keinginan
karyawan yang bertolak belakang dengan mengadakan aksi mogok kerja.
Berbagai kekerasan yang terjadi di Papua semakin membuat
rakyat Papua sengsara. Langkah represif aparat kepolisian, justru semakin
membuat situasi mencekam. Polisi sebagai pengaman dan pelindung masyarakat
justru menjelma menjadi momok yang menakutkan serta menjadi musuh
masyarakat, dan seakan mati-matian menjaga dan melindungi kepentingan Freeport.
Berdasarkan pemahaman teori sistem adalah setiap
bagian berpengaruh pada keseluruhan atau sesuatu tidak dapat ada tanpa
keberadaan yang lain. Maka seluruh aspek harus diperhatikan atau dianggap
penting. Namun, seakan tidak mengindahkan sistem yang harus dilaksanakan oleh
kepolisian sebagai pengayom masyarakat dan beralih menjadi pengaman bayaran
dari pihak Freeport.
Jelas sekali ketika penyanyi asal Papua Edo Kondologit dalam
sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (1/11/2011). Menurut Edo, rasa aman di papua
menjadi barang yang mahal, karena tidak pernah diamankan oleh aparat di daerah
tersebut dengan baik.
Patut dipertanyakan peran negara dalam menjamin kehidupan
rakyatnya. Karena, selama ini sikap Pemerintah terkesan membiarkan berbagai
konflik yang terjadi di Papua. Keinginan dari rakyat Papua menurut Edo, hanya
hidup selayaknya, bisa cukup makan. Masih banyak masalah seperti kemiskinan,
kesehatan masih menjadi masalah utama di tanah Papua.
Bukan tidak mungkin jika pada akhirnya yang juga saat ini
banyak pemberontakan di Papua dilakukan oleh orang Papua yang memperjuangkan
kemerdekaan dan ingin memisahkan diri dengan Indonesia. Jika keadaan ini tidak
diperhatikan betul baik oleh Pemerintah, pihak Freeport, Kepolisian, dan
masyarakat.
Karena, adanya keinginan hidup yang layak mereka melakukan
aksi yang sebenarnya ingin mengajak Pemerintah untuk memperhatikan nasib rakyat
Papua. Serta mengubah cara pandang pemerintah pusat terhadap masyarakat Papua
perlu diubah. Selama ini rakyat Papua sering dipandang sebagai orang yang
memberontak dan pendukung tindakan separatisme. Bukan hanya meng-anak emaskan
Freeport dan mengesampingkan masyarakat Papua.
Perhatian yang harus dilakukan Pemerintah berhubungan dengan
cara pandang, adalah menganggap orang Papua sebagai anak bangsa yang tidak puas
terhadap kelakuan Pemerintah saat ini. Stigma ini yang harus diubah, agar orang
Papua tidak terus mengalami kekecewaan yang besar terhadap pemerintah.
Elemen-elemen
terkait
Elemen-elemen
yang terkait dengan Freeport antara lain :
- Pemerintah
Pusat
- ESDM
- KEMENAKERTRANS
- DPR
- DPRD
- Gubernur
- Walikota
- Bupati
- TNI
dan POLRI
- Buruh
dan Masyarakat Papua
- LSM
- Negara
lain yang terkait, Amerika, Australia, Inggris
PT
Freeport Inonesia, Bukan Sekedar Masalah Renegosiasi Tapi Menegakkan Kedaulatan
RI
Sudah
44 tahun aktivitas pertambangan emas PT Freeport-McMoran Indonesia (Freeport)
bercokol di tanah Papua. Namun selama itu pula kedaulatan negara ini terus
diinjak-injak oleh perusahan asing tersebut. Pada Kontrak Karya (KK) pertama
pertambangan antara pemerintah Indonesia dan Freeport yang dilakukan tahun 1967
memang posisi tawar pemerintah RI masih kecil, yaitu hanya sekedar pemilik
lahan. Dibandingkan PT Freeport yang memiliki tenaga kerja dan modal tentu
posisi tawar pemerintah saat itu masih kecil. Namun setelah 44 tahun apakah
posisi tawar pemerintah Indonesia masih rendah? Tentu tidak!
Mengacu
pada UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara yang mengamanatkan
pemerintah Indonesia untuk melakukuan renegosiasi kontrak seluruh perusahaan
tambang asing yang ada di negeri ini. UU ini menggantikan UU Nomor 11 tahun
1967 yang disahkan pada Desember 1967 atau delapan bulan pasca penandatanganan
KK. Berdasarkan data Kementrian ESDM, sebanyak 65 persen perusahaan tambang
sudah berprinsip setuju membahas ulang kontrak yang sudah diteken. Akan tetapi
sebanyak 35 persen dari total perusahaan tersebut masih dalam tahap
renegosiasi, salah satunya adalah pengelola tambang emas terbesar di dunia
yaitu Freeport.
Menurut
Direktur dan CEO Freeport Indonesia, Armando Mahler, menyatakan bahwa kontrak
pertambangan yang dimiliki perusahaan dengan pemerintah Indoneisa sudah cukup
adil bagi semua pihak. Hal ini mengindikasikan bahwa pihak Freeport enggan
untuk patuh kepada UU yang berlaku, yaitu UU no. 4 tahun 2009 tentang Minerba.
Dari sini terlihat bahwa kasus Freeport ini tidak hanya merugikan negara
triliunan rupiah akan tetapi juga menginjak-injak kedaulatan Republik ini
dengan tidak mau patuh terhadap UU yang berlaku. Menurut seorang pengamat
Hankam, Bapak Soeripto, Konflik yang mendasasari kasus Freeport ini adalah
Kontrak Karya (KK) yang telah melecehkan Indonesia.
Salah
seorang pengamat Hankam yang sudah senior, Bapak Soeripto, menyatakan bahwa PT
Freeport telah memberikan sejumlah dana kepada aparat keamanan TNI/POLRI dalam
rangka menjaga keamanan Freeport di atas tanah Papua. Hal ini jelas menentang
UU karena menurut UU pembiayaan aparat keamanan untuk perlidungan objek vital
nasional harus bersumber dari APBN bukan dari perusahaan asing. Akibatnya
banyak putra daerah Papua yang merasa asing di rumah mereka sendiri. Dari sini
terkesan bahwa aparat keamanan justru lebih membela kepentingan asing daripada
kepentingan bangsanya sendiri. Padahal mereka
harusnya menindak Freeport yang notabene telah merusak lingkungan dengan
membuat lubang tambang di Grasberg dengan diameter lubang 2,4 kilometer pada
daerah seluas 499 ha dengan kedalaman mencapai 800 m2 . Dampak lingkungan yang
Freeport berikan sangat signifikan, yaitu rusaknya bentang alam pegunngan
Grasberg dan Ersbeg. Kerusakan lingkungan telah mengubah bentang alam seluas
166 km2 di daerah aliran sungai Ajkwa.
PT
Freeport McMoran Indonensia pun telah berlaku semena-mena kepada karyawan
Freeport Indonesia yang kebanyakan adalah orang asli Indonesia. Menurut
pengakuan Bapak Tri Puspita selaku Sekretaris Hubungan Industri Serikat Pekerja
Freeport Indonesia, Freeport bersifat eksklusif sehingga akses untuk ke rumah
sakit ataupun mess pun juga sulit. Lebih jauh lagi, standart yang dimiliki
pekerja Freeport dari Indonesia sama dengan seluruh karyawan Freeport yang ada
di seluruh dunia akan tetapi gaji yang diterima oleh pekerja dari Indonesia
hanya separuhnya. Menariknya lagi, menurut laporan dari Investor Daily tanggal
10 Agustus 2009, dikatakan bahwa pendapatan utama PT Freeport McMoran adalah
dari operasi tambabangnya yang ada di Indonesia, yaitu sekitar 60%. Sampai saat
ini karyawan Freeport tengah menjalankan aksi mogok kerja dengan menuntut
kenaikan gaji US$ 4 per jam. Sampai sekarang pihak management Freeport tidak
menyetujui tuntutan pekerja Indonesia tersebut. Bukan keadilan yang didapatkan
pekerja Freeport dari Indonesia yang menuntut kenaikan gaji akan tetapi
tudingan sebagai kelompok separatis lah yang mereka dapat. Padahal mereka hanya
menuntut hak-haknya sebagai warga negara untuk memperoleh kesejahteraan.
Menurut
seorang pakar ekonomi dari Universitas Padjajaran sekaligus aktivis LSM Econit,
Ibu Hendri, setidaknya ada tiga alasan mengapa solusi Freeport ini bukan
sekedar negosiasi. Pertama, Yaitu meluruskan aturan perundang-undangan yang
menyimpangkan amanah konstitusi (Pasal 33 UUD 1945). Kedua, Renegoisasi atau perubahan
Kontrak Karya (KK) yang tidak memakai dasar konstitusi tidak akan memberikan
manfaat bagi kepentingan rakyat Indonesia. Dan yang terakhir, rakyat Papua
secara khusus dan bangsa Indonesia secara umum membutuhkan dana yang besar
untuk mengerjar ketertinggalan dalam membangun manusia maupun fasilitas yang
diperlukan untuk mendukung pelayanan sosial dan kemajuan ekonomi.
Indonesia
sebagai bangsa yang besar, harusnya tidak hanya mengejar keuntungan finansial
seperti pajak, deviden ataupun pembagian royalti dari sektor pertambangan akan
tetapi juga harus fokus pada keuntungan ekonomi, ungkap Ibu Hendri. Pemerintah
harus mempunyai visi besar dalam mengelola SDA yang dimiliki. Dalam hal ini,
pemerintah harus mempunyai koridor kebijakan yang jelas mengenai bagaimana
pemanfaatan segala sumber daya alam yang dimiliki untuk kemajuan ekonomi bangsa
Indonesia. Sebagai contohnya, pemerintah China tidak serta merta segera
mengekspor kandungan batu bara yang dimiliki secara besar-besaram ke pasar
dunia akan tetapi China menahan produk batu baranya dalam negeri untuk
kepentingan dalam negeri sendiri tersebut untuk mendorong kemajuan ekonomi
negeri tersebut, dalam hal ini sumber energi.
Pak
Soeripto yang juga selaku mantan anggota Badan Intelejen Negara (BIN)
mengemukakan analisis yang menarik, menurut beliau, pasca Perang Dingin,
selayaknya bangsa Indonesia sadar bahwa trend perang dalam masa sekarang adalah
perang untuk memperebukan sumber daya alam atau resource war. Sekarang
negara-negara besar sedag berperang untuk merebutkan sumber daya alam. Dan ini
suah terjadi di berbagai negara seperti Iraq, Afganistan, Kongo, Libya, dll.
Urusan perebutan masalah sumber daya alam ini sejatinya tidak memperdulikan
berapa korban jiwa yang jatuh. Begitu juga masalah Freeport, kita tahu sendiri
akhir-akhir ini masih sering terjadi aksi penembakan di Papua yang menelan
korban baik kalangan aparat keamanan ataupun putra daerah Papua sendiri.
Sudah
selayaknya kita memandang kasus Freeport ini selain dengan pemahaman yang
mendalam juga dengan kacamata perspektif yang berbeda. Sehingga kita dapat
melihat masalah ini secara komprehensif. Harus kita ingat bahwa masalah ini
bukan sekedar penandatangan kontrak
kerja baru, hitam di atas putih. Melainkan masalah yang lebih krusial
lagi, yaitu lingkungan dan penegakkan kedaulatan Republik Indonesia.
Dari
analisis masalah diatas maka hal-hal yang harus segera/mendesak dilakukan adalah :
1.
Sudah sangat mendesak untuk dilakukan pengkajian ekonomi secara mendalam ,
untuk selanjutn ya dilakukan kesepakatan kembali antara pihak pemerintah
kabupaten minika kususnya dan papua pada umumnya dengan pihak PT FIC terutama
mengenai balas jasa secara langsung dan biaya social ekonomi yang harus
dibayarkan sebagai akibat dari lemahnya manfaat ekonomi yang diterima selama ini.
2.
pihak pemerintah kabupaten mimika dan
propinsi papua hendakny mengambil sikap tegas terhadap PT.FIC terkait dengan
dampak lingkungan yang diterima oleh masayarakat papua dari beroprasinya PTFIC
ini.
terima kasih atas artikel anda.
ReplyDeletesangat bermanfaat untuk saya, dan mungkin untuk orang lain juga.
terus berkarya