Hak Ulayat dalam UUPA : Undang-undang pokok agraria
I. PENDAHULUAN
Sesuai dengan Undang-Undang no.5 tahun 1960 yaitu
UUPA, dimana UUPA merupakan undang-undang yang menjadi pokok dalam penyusunan
hukum tanah Nasional di Indonesia. Sebagaimana kita ketahui pula UUPA
mengakhiri kebinekaan perangkat hukum yang mengatur dalam bidang pertanahan
yang mana dalam pengaplikasiannya masih di dasarkan pada hukum adat.
Selain hukumnya UUPA juga menunifikasikan hak-hak penguasaan atas tanah
terutama hak-hak atas tanah yang di dalamnya masih banyak melahirkan
kontroversi maupun hak-hak jaminan atas tanah. Dewasa ini hukum adat apabila
kita melihat realita yang ada dalam perihal hak atas tanah dapat memungkinkan
di dalamnya adanya penguasaan atas tanah yang secara individual, dengan hak-hak
atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung unsur kebersamaan.
Hal tersebut diatas seiring dengan rumusan konsepsi hukum adat yang
mempunyai sifat komunalistik religius. Dimana dengan adanya hal tersebut
menimbulkan dan menunjuk adanya hak ulayat dalam masyarakat adat, yang
keberadaannya dalam Hukum Tanah Nasional (UUPA) masih dipermasalahkan. Begitu
juga statusnya dalam masyarakat adat itu sendiri.
Maka dari itu, untuk lebih jelasnya penulis akan berusaha untuk
mengelaborasikan secara terperinci dan menjawab permasalahan tersebut diatas
dalam bentuk tulisan yang berjudul “Kedudukan Hak Ulayat dalam UUPA”.
II. PERUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimanakan kedudukan hak ulayat dalam Hukum Tanah Nasional (UUPA) di
Indonesia?
2. Apa saja yang termasuk dalam tanah ulayat tersebut?
2. Apa saja yang termasuk dalam tanah ulayat tersebut?
III. PEMBAHASAN
a. Pengertian
Definisi dari hak ulayat disini adalah suatu sifat komunaltistik yang
menunjuk adanya hak bersama oleh para anggota masyarakat hukum adat atas suatu
tanah tertentu.
Dalam pelaksanaannya, kelompok tersebut bisa merupakan masyarakat hukum
adat yang teritorial (Desa, Marga magari, hutan) bisa juga merupakan masyarakat
hukum adat geneologik atau keluarga, seperti suku.
Para warga sebagai anggota kelompok, masing-masing mempunyai hak untuk
menguasai dan menggunakan sebagian tanah bersama tersebut guna memenuhi
kebutuhan pribadi dan keluarganya, namun tidak ada kewajiban untuk menguasai
dan menggunakannya secara kolektif. Oleh karena itu penguasaan tanahnya
dirumuskan dengan sifat individual.
Dalam pada itu, hak individual tersebut bukanlah bersifat pribadi,
semata-mata, di dasari, bahwa yang dikuasai dan digunakan itu adalah sebagian
dari tanah bersama. Oleh karena itu dalam penggunaannya tidak boleh hanya
berpedoman pada kepentingan pribadi semata-mata, melainkan juga harus diingat
akan kepentingan bersama, yaitu kepentingan kelompok, maka sifat penguasaan
yang demikian itu pada dirinya mengandung apa yang disebut dengan unsur
kebersamaan.
Oleh sebab itu, hak bersama yang merupakan hak ulayat itu bukan hak milik
dalam arti yuridis, akan tetapi merupakan hak kepunyaan bersama, maka dalam
rangka hak ulayat dimungkinkan adanya hak milik atas tanah yang dikuasai
pribadi oleh para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
b. Kedudukan Hak Ulayat dalam UUPA
Pada dasarnya hak ulayat keberadaannya dalam UUPA adalah sudah diakui, akan
tetapi pengakuan tersebut masih diikuti oleh syarat-syarat tertentu, yaitu:
“eksistensi” dan mengenai pelaksananya. Oleh karena itu, hak ulayat dapat
diakui sepanjang menurut kenyataan masih ada. Maksudnya adalah apabila di
daerah-daerah dimana hak itu tidak ada lagi, maka tidak akan dihidupkan
kembali.
Pelaksanaan tentang hak ulayat dalam UUPA diatur di dalam pasal 3 yang
berbunyi sebagai berikut : “Pelaksanaan hak ulayat harus sedemikian rupa,
sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas
persatuan bangsa serta tidak bertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan-peraturan
lain yang lebih tinggi. Sesuai dengan apa yang diterangkan dalam penjelasan
umum (Angka H/3) disini ditegaskan pula bahwa kepentingan sesuatu masyarakat
harus tunduk pada kepentingan nasional dan negara yang lebih tinggi dan lebih
luas".
Oleh sebab itu, pelaksanaan hak ulayat secara mutlak, yaitu seakan-akan
anggota-anggota masyarakat iu sendirilah yang berhak atas tanah wilayahnya itu,
dan seakan hanya di peruntukan masyarakat hukum adat itu sendiri. Maka sikap
yang demikianlah yang oleh UUPA dianggap bertentangan, hal ini sesuai dengan
asas-asas yang tercantum dalam pasal 1 dan 2.
Dalam UUPA dan hukum tanah nasional, bahwasanya hak ulayat tidak di hapus,
tetapi juga tidak akan mengaturnya, dalam artian adalah mengatur hak ulayat
dapat berakibat melanggengkan atau melestarikan eksistensinya. Karena pada
dasarnya hak ulayat hapus dengan sendirinya melalui proses alamiah, yaitu
dengan menjadi kuatnya hak-hak perorangan dalam masyarakat hukum adat yang
bersangkutan (uraian 85 dan 106 E).
c. Tanah-Tanah Ulayat
Tanah ulayat merupakan tanah kepunyaan bersama yang diyakini sebagai
karunia suatu kekuatan ghaib atau peninggalan nenek moyang kepada kelompok yang
merupakan masyarakat hukum adat sebagai unsur pendukung utama bagi kebidupan
dan penghidupan kelompok tersebut sepanjang masa.
Disinilah sifat religius hubungan hukum antara para warga masyarakat hukum
adat bersama dengan tanah ulayatnya ini. Adapaun tanah ulayat atau tanah
bersama yang dalam hal ini oleh kelompok di bawah pimpinan kepala adat masyarakat
hukum adat, misalnya adalah hutan, tanah lapang, dan lain sebagainya. Tanah
untuk pasar, penggembalaan, tanah bersama, dan lain-lain yang pada intinya
adalah demi keperluan bersama.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka sekiranya dapat kami gambarkan
bahwasanya hak ulayat dalam masyarakat hukum adat tersebut selain mengandung
hak kepunyaan bersama atas tanah-bersama para anggota atau warganya, yang
termasuk bidang hukum perdata, juga mengandung tugas, kewajiban mengelola,
mengatur dan memimpin penguasaan, pemeliharaan peruntukan dan penggunaannya
yang termasuk bidang hukum publik.
Hak bersama
dalam masyarakat adat yang merupakan hak ulayat bukan hak milik dalam arti
yuridis, melainkan merupakan hak kepunyaan bersama yang itu adalah kepentingan
bersama.
_________o0o_________
_________o0o_________
DAFTAR PUSTAKA
Bushar, Muhammad, Prof. S.H, Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta : PT. Pradnya Paramitha, Cet-IX, 1994
Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta : Djambatan, Cet. 7, 1997
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum di Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, Cet-VIII, 1989
Sutami, Siti, A. S.H, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Bandung : PT. Eresco, 1992
Soekanto, Prof. Dr, Meninjau Hukum Adat Indonesia, Jakarta : CV. Rajawali Press, 1981
0 Response to "Hak Ulayat dalam UUPA : Undang-undang pokok agraria"
Post a Comment
|Dukung kami dengan memberikan komentar yang membangun|