Hukum dalam islam : Hukum pidana islam (fiqh jinayah)
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perbuatan manusia yang dinilai sebagai
pelanggaran atau kejahatan kepada sesamanya, baik pelanggaran tersebut secara
fisik atau nonfisik, seperti membunuh, menuduh atau memfitnah maupun kejahatan
terhadap harta benda lainnya, dibahas dalam jinayah. Pembahasan terhadap
masalah yang sama dalam ilmu hukum, dinamai hukum pidana yang
merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, strafrecht.
Dalam kitab-kitab klasik, pembahasan
masalah jinayah ini hanya dikhususkan pada perbuatan dosa yang berkaitan dengan
sasaran (objek) badan atau jiwa saja. Adapun perbuatan dosa selain sasaran
badan dan jiwa, seperti kejahatan terhadap harta, agama, negara dan lain-lain
tidak termusuk dalam jinayah, melainkan dibahas secara terpisah-pisah pada
berbagai bab tersendiri. Buku atau kitab yang memuat rincian perbuatan
pelanggaran atau kejahatan dan hukuman yang diancamkan kepada pelaku perbuatan
tersebut dinamakanKitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau
dalam bahasa aslinya dikenal sebagai Wetboek van Strafrecht.
Di indonesia pada dasarnya sistem hukum yang dianut
adalah sistem hukum kontinental atau Civil law dimana dalam sistem ini
Konstitusi memegang peranan penting dalam masalah pengaturan negara. Sistem
hukum Eropa Kontinental sendiri dianut oleh negara indonesia setelah merdeka
karena adanya kekosongan hukum pada saat indonesia merdeka, sehingga indonesia
langsung menjadikan sistem hukum ini sebagai sistem hukum yang berlaku di
indonesia. Sistem hukum ini adalah sistem hukum peninggalan belanda yang
berasal dari Perancis, yang dulunya berasal dari Romawi.
Sitem hukum islam biasanya dipakai oleh negara yang
pemegang kekuasaannya berbentuk khilafah islam dipegang oleh Raja sebagai Imam
atau Khilafah, bukan sistem presidensiil atau parlementer. Indonesia adalah
negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, tetapi mengapa indonesia tidak
menggunakan sistem khilafah islam atau hukum islam dalam penegakkan hukum yang
ada di indonesia.
Padahal sebagai umat islam kita mengetahui bahwa
menggunakan hukum yang bukan hukum Allah atau hukum ciptaan manusia itu tidak
diperbolehkan dalam Al-Qura’an selama memang dalam aturannya di dalam Al-Qur’an
itu ada dan jelas, kecuali jika tidak ada aturanya.
Dalam sistem hukum islam jelas mempunya Hirarki/kedudukan
sumber hukum, sumber hukum islam diantaranya adalah :a. Al-Qur’an (Kalam
Allah) b. As-Sunnah
(Hadist Rasulullah Muhammad SAW) c. Ijtihad para Ulama
Dan sumber hukum islam ini berlaku urutan jadi Al-Qur’an
yang menjadi rujukan utama untuk permasalahan hukum, bila pengaturannya tidak
ada dalam Al-Qur’an maka dapat melihat di As-Sunnah, dan bila tidak ada
pengaturannya di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah maka diperbolehkan melakukan
Ijtihad untuk melakukan metode penemuan hukum selama itu belum diatur dan tidak
bertentangan denga Al-Qur’an dan As-sunnah.
Contoh misalnya dalam hal tindak pidana narkotika tidak
ada pengaturannya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka dapat dilakukan Ijtihad.
Dengan menarik kesimpulan dan mencari suatu hukum yang mirip atau mendekati, seperti
misalnya narkotika disamakan dengan peraturan tentang Khamr, karena akibatnya
bagi manusia sama, yaitu melemahkan otak secara perlahan.
Oleh karena itu dalam makalah ini dibuat untuk kemudian
membandingkan Hukum pidana islam dan hukum pidana positif yang berlaku di
indonesia, hal-hal yang akan dibahas dikhususkan pada perbedaan-perbedaan
ancaman pidana, hukuman, atau pengaturan hukumnya
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah
yang dapat dirumuskan dari latar belakang diatas yaitu :
1. Apakah pengertian
hukum pidana islam ?
2. Bagaimanakah Perbandingan hukum pidana islam dan hukum
positif di Indonesia dilihat dari segi pemidanaan, akibat hukum atau punishment
yang diberlakukan dari berbagai macam tindak pidana yang diatur dalam sumber
hukum islam dan sumber hukum positif yang ada dan berlaku di Indonesia ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini yaitu :
1. Agar dapat memahami
mengenai hukum pidana islam
2. Agar dapat
mengetahui bagaimana perbandingan antara hukum pidana islam dengan hukum pidana
positip di Indonesia
1.4
Manfaat
Agar kita bisa
mengetahui serta memahami bagaimana keberadaan hukum pidana islam di balik
hukum pidana positip di Indonesia sehingga tidak terjadi multi tafsir terhadap
hukum itu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hukum Pidana Islam
Hukum
Pidana Islam (Fiqh Jinayah) adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak
pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang
yang dapat dibebani kewajiban). sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil
hum yang terperinci dari AlQur'an dan Alhadist
Hukum
pidana Islam merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah. Fiqh Jinayah adalah
segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang
dilakukan oleh orang-orang mukallaf sebagai hasil dari pemahaman atas
dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al Qur’an dan Hadist. Tindakan kriminal
dimaksud, adalah tindakan-tindakan kejahatan yang menggangu ketentraman umum
serta tindakan melawan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari Al
Qur’an dan Hadits.
Hukum
pidana Islam merupakan syariat Allah yang mengandung kemaslahatan bagi
kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat. syari’at Islam dimaksud
secara materiil mengandung kewajiban asasi bagi setiap manusia untuk melaksankannya.
Konsep kewajiban asasi syari’at yaitu menempatkan Allah sebagai pemegang segala
hak, baik yang ada pada diri sendiri maupun yang ada pada orang lain. Setiap
orang hanya pelaksana, yang berkewajiban memenuhi perintah Allah. Perintah
Allah dimaksud, harus ditunaikan untuk kemaslahatan dirinya dan orang lain.
2.1.1 Asas-asas Hukum Pidana Islam
Asas-asas
hukum pidana Islam adalah asas-asas hukum yang mendasari pelaksanaan hukum
pidana Islam, diantaranya:
- Asas Legalitas
Asas
legalitas adalah asas yang menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran dan tidak ada
hukuman sebelum ada undang-undang yang menyatakannya. Asas ini berdasarkan pada
Qur’an Surat Al-Isra’ ayat 15 dan Surat Al-An’am ayat 19.
Kedua
ayat tersebut mengandung makna bahwa Al-Qur’an diturunkan oleh Allah kepada
Nabi Muhammad SAW supaya menjadi peringatan (dalam bentuk aturan dan ancaman
hukuman) kepadamu.
- Asas Larangan Memindahkan Kesalahan
Pada Orang Lain
Asas
ini adalah asas yang menyatakan bahwa setiap perbuatan manusia, baik perbuatan
yang baik maupun perbuatan yang jahat akan mendapat imbalan yang setimpal.
Seperti
yang tertulis pada ayat 38 Surat Al-Mudatsir, Allah menyatakan bahwa setiap
orang terikat kepada apa yang dia kerjakan, dan setiap orang tidak akan memikul
dosa atau kesalahan yang dibuat oleh orang lain.
- Asas Praduga Tak Bersalah
Asas
praduga tak bersalah adalah asas yang mendasari bahwa seseorang yang dituduh
melakukan suatu kejahatan harus dianggap tidak bersalah sebelum hakim dengan
bukti-bukti yang meyakinkan menyatakan dengan tegas persalahannya itu.
2.1.2
Unsur-unsur Hukum Pidana Islam
Untuk
menentukan suatu hukuman terhadap suatu tindak pidana dalam hukum Islam,
diperlukan unsur normative dan moral, sebagai berikut:
- Unsur Yuridis Normatif
Unsur
ini harus didasari oleh suatu dalil yang menentukan larangan terhadap perilaku
tertentu dan diancam dengan hukuman.
- Unsur Moral
Adalah
kesanggupan seseorang untuk menerima sesuatu yang secara nyata mempunyai nilai
yang dapat dipertanggung jawabkan.
2.1.3
Ciri-ciri Hukum Pidana Islam
Ciri-ciri
hukum pidana Islam adalah sebagai berikut:
- Hukum Pidana Islam adalah bagian
dan bersumber dari ajaran agama Islam
- Hukum Pidana Islam mempunyai hubungan yang erat dan tidak
dapat dicerai-pisahkan dengan iman dan kesusilaan atau akhlak Islam.
- Hukum Pidana Islam mempunyai
istilah kunci, yaitu a)syariah, dan b) fikih.
- Hukum Pidana Islam terdiri dari dua
bagian utama, yaitu 1) hukum ibadah dan 2) hukum muamalah dalam arti
yang luas.
- Hukum Pidana Islam mempunyai
struktur yang berlapis-lapis seprti dalam bentuk bagan bertingkat.
- Hukum Pidana Islam mendahulukan
kewajiban dari hak, amal, dan pahala.
- Hukum Pidana Islam dapat dibagi
menjadi: 1) hukum taklifi, 2) hukum wadh’i.
2.2 Perbandingan
hukum pidana islam dan hukum positif di Indonesia
Untuk mengetahui perbandingan antara hukum pidana islam
dengan hukum pidana positif yang berlaku di indonesia maka kita harus memandang
dari segi hukumnya, akibatnya, dan pemidanaannya. Hukum
pidana yang berlaku di Indonesia hingga kini merupakan peninggalan penjajahan
Belanda yang dilandasi oleh falsafah yang berbeda dengan falsafah yang dianut
bangsa Indonesia, seperti mengutamakan kebebasan, menonjolkan hak-hak individu,
dan kurang berhubungan dengan moralitas.
Ancaman
pidana yang dijatuhkan oleh para hakim di sidang pengadilan seringkali tidak
mencerminkan rasa keadilan masyarakat, khususnya korban kejahatan dan
keluarganya. Berbagai kejahatan dengan kekerasan seperti perampokan, pencurian,
pembunuhan, perkosaan, penganiayaan yang setiap hari terjadi di depan mata
masyarakat hanya diganjar hukuman ringan. Ditambah dengan faktor krisis
multidimensi dan lemahnya penegakan hukum, masyarakat yang terhimpit berbagai
beban bangkit melakukan perlawanan secara masal terhadap berbagai macam
kejahatan tadi dan akibatnya sering sangat fatal.
Hukum
pidana Islam ditandai oleh kuatnya celupan (shibgah) keagamaan. Dengan demikian
ketaatan seorang muslim pada hukum ini bukan atas dasar ketakutan, tetapi
atas dasar kesadaran iman. Dengan demikian menjalankan atau menegakkan
hukum ini dalam pandangan seorang muslim merupakan bagian dari keislaman yang
total, hukum ini juga berfungsi menjaga nilai-nilai moral (akhlak) karena hukum
diturunkan dan sanksi dijatuhkan untuk menjaga akhlak manusia
Dalam sistem pidana islam tentu jika dibandingkan dengan
hukum pidana positif atau hukum eropa kontinental, keduanya memiliki banyak
perbedaan yang cukup signifikan. Dalam pengaturan dan bentuk hukuman pun
berbeda. Jika dalam hukum islam kita mengenal adanya Qisas, Dziyat, Hudud,
rajam, cambuk dan lain sebagainya sebagi bentuk hukuman, dalam hukum positif
kita akan menemukan bentuk hukuman seperti yang terdapat dalam pasal 10 KUHP
pidana terdiri atas :
- pidana pokok berupa pidana mati, penjara,
kurungan, denda, tutupan.
- Pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak
tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim.
Perbedaan dalam hal hukuman yang terdapat dalam hukum
pidana islam dan hukum positif di indonesia ada dalam beberapa tindakan pidana
yaitu seperti :
1. Pembunuhan dalam Al-Qur’an
Dalam Al-Qura’an sudah jelas aturannya bahwa manusia
dilarang untuk saling membunuh hal ini dijelaskan dalam surat (Al-isra : 33 )
”Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa
dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada
ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh.
Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” { Q.S 17 : 33 }
Dalam Al-Qur’an pengaturan tentang pembunuhan ada
mengenai 2 hal :
a. pembunuhan yang dilakukan secara sengaja
pengaturannya dalam Al-Qur’an :
- yang
pembalasannya harus dilakukan di dunia ”Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang
merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.
Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang
mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af)
membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula).Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu
dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya
siksa yang sangat pedih” (Q.S Al-baqarah : 178)
- yang pembalasannya di akhirat ”Dan
barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah
Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya
serta menyediakan azab yang besar baginya.” (Q.S An-Nisaa : 93)
b. pembunuhan yang dilakukan tidak secara sengaja
”Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang
mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa
membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang
hamba sahaya yang beriman serta membayar diatyang diserahkan kepada keluarganya
(si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia
(si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka
dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman.
Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa
dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah.Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
(Q.S An-nisaa : 92)
Hukuman bagi pelaku pembunuhan dalam Al-Qur’an adalah
berlaku Qishaash seperti
dalam (Q.S Al-baqarah : 178) , (Q.S Al-Maidah : 45), adapun dalam islam berlaku
sistem pemaafan atau damai dalam pembunuhan, apabila keluarganya kemudian
dengan lapang dada menerima, apalagi pembunuhannya itu tidak disengaja maka
dalam hal ini dapat diberlakukan Diyat atau membayar denda, sesuai yang tercantum dalam
Al-Qur’an yaitu dalam surat (Q.S Al-Baqarah : 178) yang telah dipaparkan
diatas.
Dalam shirah sahabat pada juga dijelaskan pernah suatu
ketika ada seseorang yang membunuh karena kekhilafan, keluarganya tidak mau
untuk memaafkannya, orang tersebut akhirnya diputuskan untuk dihukum Qishaash,
tapi orang tersebut meminta untuk pergi dulu ke tempat asalnya untuk menunaikan
amanahnya. Dan ada seorang sahabat Rasulullah yang kemudian menjadi jaminannya.
Esoknya ketika ditunggu orang tersebut tidak datang, akhirnya menimbulkan
kekhawatiran karena jaminannya adalah salah seorang sahabat rasul yang sangat
disayangi dikalangannya, ketika suudzhon para sahabat sudah muncul akhirnya
orang itu datang dengan tergesa-gesa sambil memohon maaf karena ternyata urusan
yang harus diselesaikannya memakan waktu lebih lama daripada yang
dijanjikan. Kemudian Umar bertanya mengapa dia kembali padahal dia ada
kesempatan untul melarikan diri, dia menjawab azab tuhan-Nya lebih pedih
daripada azab di dunia. Lalu Umar menyuruh keluarganya untuk memaafkannya dan
orang yang membunuh tadi untuk membayar dziyat, keluarganya pun memaafkannya
karena melihat kesungguhan hati dari si pembunuh tersebut. Sehingga terjadilah
damai antara keduanya.
2. Pembunuhan dalam hukum positif di indonesia
Dalam hukum positif di indonesia pengaturan tentang
pembunuhan terdapat dalam Kodifikasi hukum yaitu dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana yang selanjutnya disingkat KUHP.
KUHP dibagi menjadi 3 buku, yang pertama berisi tentang
ketentuan umum, yang kedua berisi tentang kejahatan, dan buku ketiga tentang
pelanggaran.
Pengaturannya diatur dalam Bab XIX yaitu mengenai
kejahatan terhadap nyawa dari pasal 338 – 350 KUHP. Yang aturannya adalah :
a. Pasal
338 Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam
karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
b. Pasal
339 Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu
perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau
mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta
lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan
penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
c. Pasal
340 Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu
merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan
pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu,
paling lama dua puluh tahun.
d. Pasal
341 Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak
pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas
nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
e. Pasal
342 Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena
takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan
pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama
semhi- lan tahun.
f. Pasal
343 Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang
bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan
anak dengan rencana.
g. Pasal
344 Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang
itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.
h. Pasal
345 Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri,
menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi
bunuh diri.
i. Pasal
346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.
j. Pasal
347 (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya
wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
k. Pasal
348 (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun enam bulan. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan
matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
l. Pasal
349 Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan
salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut
hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
m. Pasal
350 Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan
dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan
348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Dalam Hukum Pidana Positif di indonesia yang menjadi
perbedaan adalah bahwa tidak dapat dilakukan damai secara hukum antara keluarga
pihak yang dibunuh dan orang yang membunuh. Jadi walaupun ada perdamaian
antara kedua belah belah pihak proses pidananya tetap berjalan. Dalam hukum
pidana positif di indonesia tidak dikenal damai yang menggugurkan proses pidana
kecuali untuk kasus yang memuat delik aduan, seperti kasus pencurian dalam
keluarga dan kasus perzinahan atau perselingkuhan bagi suami/istri. Delik aduan
dapat dicabut kembali apabila pihak yang mengadukan tindakan pidana tersebut
mencabutnya.
Perbedaannya
dalam hukum pidana islam berlaku Qishaash dan Dziyat, sementara dalam hukum
positif di indonesia yang di berlakukan adalah pidana penjara, kurungan, denda
seperti pidana mati dan seumur hidup.
Sementara
itu dalam kasus pidana positif yang berlaku di indonesia tidak berlaku
perdamaian secara hukum bila terjadi perbuatan melawan hukum yang melanggar
kejahatan
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Hukum
pidana Islam merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah. Fiqh Jinayah adalah
segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang
dilakukan oleh orang-orang mukallaf sebagai hasil dari pemahaman atas
dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al Qur’an dan Hadist. Tindakan kriminal
dimaksud, adalah tindakan-tindakan kejahatan yang menggangu ketentraman umum
serta tindakan melawan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari Al
Qur’an dan Hadits.
Adapun Perbandingan hukum pidana islam dan hukum
positif di Indonesia dilihat dari segi pemidanaan, akibat hukum atau punishment
yang diberlakukan dari berbagai macam tindak pidana yang diatur dalam sumber
hukum islam dan sumber hukum positif yang ada dan berlaku di Indonesia seperti
:
1. adanya perbedaan hukuman dan akibat hukum dalam
tindak pidana pembunuhan. perbedaannya dalam hukum pidana islam berlaku
Qishaash dan Dziyat, sementara dalam hukum positif di indonesia yang di
berlakukan adalah pidana penjara, kurungan, denda seperti pidana mati dan
seumur hidup.
2. dalam hukum pidana islam dapat diberlakukan damai
bila pihak keluarga atau ahli waris memaafkan si pelaku tindak pidana, dan
pelaku tindak pidana wajib untuk membayar Dziyat bagi keluarga yang
ditinggalkan. sementara itu dalam kasus pidana positif yang berlaku di indonesia
tidak berlaku perdamaian secara hukum bila terjadi perbuatan melawan hukum yang
melanggar kejahatan. Adapun perdamaian bisa dilakukan dalam hal delik
aduan, delik aduan dapat dicabut oleh si pelapor.
3.2
Saran
Untuk dapat memahami lebih mendalam mengenai bagaimana
perbandingan antara hukum pidana islam dengan hukum pidana positif di indonesia
maka perlu adanya pengkajian lebih jauh terhadap kitap undang-undangnya secara
rinci per bab.
DAFTAR
PUSTAKA
Santoso,
topo.1998. Membumikan Hukum Pidana Islam. Jakarta: Gema Insani
Press
Zainudin
Ali, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm.5-7
0 Response to "Hukum dalam islam : Hukum pidana islam (fiqh jinayah)"
Post a Comment
|Dukung kami dengan memberikan komentar yang membangun|